Selasa, 04 November 2014

MANAJEMEN PIUTANG

BAB VI

MANAJEMEN PIUTANG

Salah satu kegiatan operasional perusahaan adalah penjualan barang dan jasa, baik yang dilakukan secara tunai atau kredit yang sesuai dengan perjanjian. Pengelolaan piutang perusahaan harus dilakukan dengan baik karena piutang tersebut merupakan sumber pendapatan perusahaan yang tertunda dan merupakan hal yang sangat sensitive untuk dibicarakan karena sebagian besar dana perusahaan dialokasikan dalam bentuk piutang dan pengelolaan yang baik dapat memberikan kesan yang positif terhadap perusahaan dalam kualitas manajemennya.
Kegiatan Anjak Piutang atau Factoring tersebut juga diperkuat dengan berbagai macam peraturan seperti Peraturan Menteri Keuangan dan Undang-Undang Perbankan karena adanya hubungan hukum yang berubah yaitu orang lain yang membeli piutang tersebut menggantikan kedudukan si penjual dimana ia berhak untuk menuntut pembayaran dari si pembeli atau konsumen.

I. Konsep Piutang

Piutang merupakan salah satu unsur dari aktiva lancar dalam neraca perusahaan yang timbul akibat adanya penjualan barang dan jasa atau pemberian kredit terhadap debitur yang pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari (tiga puluh hari) sampai dengan 90 hari (sembilan puluh hari). Dalam arti luas, piutang merupakan tuntutan terhadap pihak lain yang berupa uang, barang-barang atau jasa-jasa yang dijual secara kredit. Pada umumnya piutang timbul akibat dari transaksi penjualan barang dan jasa perusahaan, dimana pembayaran oleh pihak yang bersangkutan baru akan dilakukan setelah tanggal transaksi jual beli. Mengingat piutang merupakan harta perusahaan yang sangat likuid maka harus dilakukan prosedur yang wajar dan cara-cara yang memuaskan dengan para debitur sehingga perlu disusun suatu prosedur yang baik demi kemajuan perusahaan.
Piutang dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain”. Menurut Soemarso (2002:338) piutang usaha adalah: “Perusahaan mempunyai hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain dengan adanya hak klaim ini perusahaan dapat menuntut pembayaran dalam bentuk uang atau penyerahan aktiva atau jasa lain kepada pihak dengan siapa ia berpiutang”.
Selain itu pengertian piutang yang pada umumnya digolongkan dalam aktiva lancar yang berartibahwa tagihan-tagihan pada pihak lain yang nantinya akan diminta pembayarannya dalam jangka waktu yang tidak lama (kurang dari satu tahun) yang biasanya digolongkan dalam piutang jangka pendek. Piutang usaha jangka pendek dapat dibagi atas dua yaitu:

1. Piutang usaha/piutang terhadap langganan

Piutang usaha/piutang terhadap langganan dalam perkiraan piutang usaha dicatat sebagai tagihan yang timbul dari penjualan barang atau jasa yang merupakan usaha perusahaan yang normal/kurang dari 1 tahun, disajikan dalam neraca sebagai aktiva lancar, tetapi apabila telah lebih dari jangka waktu 1 tahun maka akan dilaporkan sebagai aktiva tidak lancar. Jadi tagihan kepada langganan yang biasanya disebut piutang dagang adalah tuntutan keuangan terhadap pihak lain baik perorangan maupun organisasi-organisasi atau debitur-debitur lainnya.

2. Piutang yang akan diterima.

Piutang yang akan diterima merupakan kontrak prestasi yang sebenarnya sudah menjadi hak perusahaan, akan tetapi belum/tidak saatnya untuk diterima, piutang ini timbul pada suatu akhir periode dimana sebenarnya tagihan tersebut akan diterima pada periode yang akan datang.
Hal-hal yang termasuk dalam piutang yang akan diterima adalah:
1. Bunga yang masih harus diterima yang timbul dari aktiva yang dimiliki perusahaan, seperti wesel tagih dan bon.
2. Piutang sewa yang masih harus diterima yang timbul dari hasil penyewaan, seperti gedung, mobil dan alat-alat besar lainnya.
3. Pendapatan piutang merupakan pendapatan yang akan diterima sebagai hasil investasi dalam perusahaan.
Penggolongan piutang dan umur piutang dapat digolongkan ke dalam 4 jenis, yaitu:
1. Piutang lancar adalah piutang yang diharapkan tertagihnya dalam 1 tahun atau siklus usaha normal.
2. Piutang tidak lancar adalah tagihan/piutang yang tidak dapat ditagih dalam jangka waktu 1 tahun.
3. Piutang yang dihapuskan adalah suatu tagihan yang tidak dapat ditagih lagi dikarenakan pelanggan mengalami kerugian/bangkrut (tidak tertagih).
4. Piutang dicadangkan adalah tagihan yang disisihkan sebelumnya untuk menghindari piutang tidak tertagih


Perputaran Piutang

Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan volume penjualan kredit, karena timbulnya piutang disebabkan oleh penjualan barang-barang secara kredit dan hasil dari penjualan secara kredit netto dibagi dengan piutang rata-rata merupakan perputaran piutang. Nilai dari perputaran piutang tergantung dari syarat pembayaran piutang tersebut. Makin lunak atau makin lama syarat pembayaran yang ditetapkan berarti makin lama modal terikat dalam piutang. Mengenai perputaran piutang.
Pendapat mengenai perputaran piutang menurut Drs. Munawir (2004:75) mengatakan bahwa: “Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang turn over receivable yaitu, dengan membagi total penjualan kredit neto dengan piutang rata-rata”.
Perputaran piutang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rata-rata piutang = Piutang awal + piutang akhir
Perputaran piutang = Penjualan kredit bersih

Dari definisi dapat diketahui bahwa rasio perputaran yang tinggi mencerminkan kualitas piutang yang semakin baik. Tinggi rendahnya perputaran piutang tergantung pada besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Makin cepat perputaran piutang berarti semakin cepat modal kembali. Tingkat perputaran piutang suatu perusahaan dapat menggambarkan tingkat efisiensi modal perusahaan yang ditanamkan dalam piutang, sehingga makin tinggi perputaran piutang berarti makin efisien modal yang digunakan.
Selain perputaran piutang yang digunakan sebagai indikator terhadap efisien atau tidaknya piutang, ada indikator lain yang cukup penting yaitu jika waktu rata-rata pengumpulan piutang (average collection periode). “Jangka waktu pengumpulan piutang adalah angka yang menunjukkan waktu rata-rata yang diperlukan untuk menagih piutang.” (Munawir 2004:76)
Perumusan dari uraian di atas adalah sebagai berikut:
Periode rata-rata pengumpulan piutang = 360
Perputaran piutang
Periode rata-rata penagihan piutang = Piutang dagang x 365
Penjualan kredit
Jumlah hari penjualan dalam piutang memberi tolak ukur mengenai lamanya waktu piutang dagang yang beredar. Semakin besar rasio umur piutang, semakin besar kemungkinan rasio tidak tertagihnya piutang.
Perubahan rasio antara penjualan kredit dan rata-rata piutang disebabkan oleh banyak hal.Munawir (2004:75) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebabnya adalah sebagai berikut:
Turunnya penjualan dan naiknya piutang 
Turunnya piutang dan diikuti turunnya penjualan dalam jumlah yang lebih besar
Naiknya penjualan diikuti naiknya piutang dalam jumlah yang lebih besar
Turunnya penjualan dengan piutang yang tetap
Naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah.


II. Pengelolaan Piutang

Sebagaimana diketahui, piutang merupakan salah satu bagian penting dalam harta lancar perusahaan. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa pengendalian piutang merupakan suatu perangkat alat yang perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena piutang yang tidak dapat ditagih merupakan faktor yang akan merugikan perusahaan. Dengan kata lain resiko tidak tertagihnya piutang dari para langganan tetap, adalah tanggung jawab bersama diantara fungsionaris perusahaan. 
Untuk mengantisipasi timbulnya piutang akibat tidak tertagihnya piutang, maka sebelum perusahaan memberikan pijaman atau menambah pinjaman sebelumnya, pihak perusahaan terlebih dahulu mengadakan evaluasi tentang keadaan atau kemampuan ekonomis calon pembeli.
Ada dua hal kemungkinan dapat menimbulkan kerugian piutang, yaitu akibat dari kecerobohan atau kekurangan hati-hatian perusahaan pada saat terjadi apabila transaksi penjualan barang dan jasa dapat terjadi kerugian karena keinginan buruk pembeli dengan sengaja menyia-menyiakan kepercayaan yang diberikan perusahaan (produsen / penjual). Dan untuk kemungkinan kedua yang mengarah pada kerugian piutang, yang tidak boleh diabaikan oleh pihak perusahaan, musibah yang menimpa para pelanggan seperti bencana alam, perampokkan dan lain-lain. Masalah kedua ini selain mengakibatkan kegurian piutang, juga akan mempengaruhi seluruh kebijaksanaan perusahaan.
Kerugian piutang yang tidak tertagih, merupakan persoalan timbul setelah terjadinya transaksi penjualan barang dan jasa, dan hal ini sering diketahui dalam jangka waktu yang relatif lama. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan kebijakan penjualan kredit yang dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Apabila perusahaan menurunkan standar pemberian pinjamannya, maka penjualan akan meingkat yang berarti pula meningkatnya piutang. Meningkatnya piutang perusahaan selain dapat meningkatkan keuntungan, juga perusahaan harus menanggung beban investasi piutag yang besar. Dalam hubungan ini Bambang Riyanto Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2003: 76) lebih lanjut mengmukakan 5 hal yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam piutang, yaitu :


1. Syarat pembayaran penjualan kredit 

Syarat pembayaran penjualan kredit bersifat tidak tetap (sewaktu-waktu syarat pembayaran ketat dan sewaktu-waktu syarat pembayaran lunak). Apabila perusahaan adakalanya ketat atau lunak artinya sesuatu yang dapat dikondisikan dalam menetapkan syarat pembayaran yang ketat, berarti perusahaan lebih mementingkan kredit dari pada pertimbangan profitabilitas.

2. Volume penjualan kredit

Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan akan memperbesar investasi dalam piutang. Dengan demikian untuk memperbesar penjualan kredit dalam setiap tahun, berarti perusahaan menyediakan investasi piutang yang lebih besar pula, dan demikian halnya dengan masalah profitabilitas. Akan tetapi perusahaan juga diharapkan dengan masalah resiko, dalam arti bahwa makin besar piutang, juga makin besar resiko kerugian akibat tidak tertagihnya piutang tersebut.

3. Ketentuan tentang pembatasan kredit

Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau plafon kredit yang diberikan kepada para pelanggan. makin besar plafon pinjaman yang ditetapkan untuk setiap pelanggan berarti makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang, demikian pula ketentuan mengenai siapa yang diberikan pinjaman. Makin selektif langganan yang dapat diberikan kredit atau pinjaman akan dapat memperbaiki besarnya investasi dalam piutang. Dengan demikian maka pembatasan pinjaman disini adalah bersifat kuantitatif dan kualitatif.

4. Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang

Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan di dalam hal pengumpulan piutangnya secara aktif dan pasif. Perusahaan yang secara aktif menagih piutang memilikipengeluaran uang untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan pasif.

5. Kebijaksanaan membayar dari langganan.

Ada kebiasaan dari sebagian pelanggan dalam membayar pinjamannya menggunakan kesempatan dengan alasan menunda pembayaran merasa ada keuntungan. 


III. PENERAPAN MANAJEMEN PIUTANG DALAM KEUANGAN PENDIDIKAN

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan penggunaan anggaran yang telah dilaksanakan serta hasil yang dicapai secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan sebagai mekanisme akuntabilitas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran.
Setiap akhir periode pelaporan, pendapatan yang seharusnya sudah diterima satuan kerja, yang dalam kenyataannya belum diterima seluruhnya, menyebabkan timbulnya Piutang yang harus ditatausahakan sesuai peraturan perundang-undangan. Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pada satuan kerja selaku entitas akuntansi. Penyajian angka-angka dalam laporan keuangan diharapkan mampu memberikan informasi yang akurat dan terpercaya bagi yang berkepentingan sehingga penyajian angka tersebut harusdapat diyakini kebenarannya antara lain penyajian piutang sebagai salah satu aset lancar.Piutang merupakan aset lancar yang tingkat likuiditasnya tinggi yang berpotensi disalahgunakan, sehingga setiap Satuan Kerja diharapkan dapat memahami transaksi, penatausahaan, dan penyajian piutang dalam laporan keuangan, sesuai ketentuan perundang-undangan. Timbulnya Piutang pada umumnya terjadi karena adanya tunggakan pungutan pendapatan atau transaksi lainnya yang menimbulkan hak tagih atas pemberian barang/jasa yang belum diterima pembayarannya secara tunai.
Oleh karna itu dalam rangka keseragaman penatausahaan dan akuntansi Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikandan Kebudayaan perlu disusun Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tujuan dari POS Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan antara lain:
1. Memberikan pedoman yang seragam bagi pejabat perbendaharaan dan petugas pelaporan keuangan pada Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam melaksanakan pencatatan dan penyajian Piutang PNBP yang wajar dalam laporan keuangan;
2. Mendukung penyelenggaraan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang menghasilkan informasi piutang yang wajar;
3. Memberikan informasi yang wajar dan tepat waktu mengenai piutang.


Ruang Lingkup

Prosedur Operasional Standar Pengelolaan Piutang merupakan pedoman bagi seluruh Kantor/Satker di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ketentuan Umum Ketentuan mengenai Pengelolaan Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah sebagai berikut:
1. Pengakuan Piutang untuk Satker Non BLU menggunakan basis Kas menuju Akrual;
2. Pengakuan Piutang untuk satker BLU menggunakan basis Akrual, artinya piutang diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi;
3. Piutang berkurang pada saat terjadi pembayaran atau penghapusan;
4. Jika terjadi pembayaran setelah piutang dihapuskan, maka pembayaran tersebut diakui sebagai Pendapatan Lain-lain;
5. Piutang ditetapkan berdasarkan surat keputusan yang dibuat oleh pimpinan satker yang bersangkutan;
6. Putang terjadi karena transaksi atau adanya perjanjian/perikatan yang menimbulkan hak tagih di lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan;
7. Piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di klasifikasikan dalam Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
8. Atas piutang yang telah dihapusbukukan, hak tagih tetap melekat pada satker yang bersangkutan, dan wajib memelihara pencatatannya secara ekstracomptabel;
9. Piutang yang penagihannya diserahkan kepada KPKNL, hak atas piutang tersebut tetap melekat pada satuan kerja yang bersangkutan;
10. Transaksi Piutang memiliki karakteristik antara lain:
a. Terdapat penyerahan barang, jasa, atau timbulnya hak untuk menagih berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Kesepakatan pihak-pihak terkait;
c. Jangka waktu pelunasan;
d. Jumlah piutang dapat diukur.
11. Berdasarkan pertimbangan pimpinan satker, mahasiswa yang mempunyai utang/tunggakan pendidikan dapat mengikuti proses belajar dan tidak diperkenankan untuk diberhentikan karena ketidakmampuan membayar uang pendidikan.


Jenis-Jenis Piutang

Jenis-jenis piutang di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari:
1. Piutang dari Pendapatan Penjualan, Sewa,dan Jasa,sebagai berikut:
a) Piutang dari Pendapatan Penjualan adalah piutang yang timbul karena adanya perpindahan hak penguasaan barang kepada pihak lain, sedangkan Kantor/Satker baru menerima sebagian pembayaran dan sisa pembayaran diangsur/dicicil sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati;
b) Piutang dari Pendapatan Sewa, adalah piutang yang timbul karena kegiatan sewa hak guna usaha/guna pakai dimana penyewa tidak mempunyai hak untuk membeli objek yang di sewa dengan sistem pembayaran secara berkala;
c) Piutang dari Pendapatan Jasa, adalah piutang yang timbul karena perikatan/perjanjian dengan menggunakan fasilitas Satuan Kerja yang bersangkutan dan pembayarannya dilakukan secara berkala.


2. Piutang dari Pendapatan Pendidikan,adalah piutang yang timbul dari jasa pendidikan, antara lain:
a. Piutang dari Pendapatan Sumbangan Pendidikan dan Sumbangan Pembangunan;
b. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian Masuk, dan Akhir Pendidikan;
c. Piutang dari Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktik;
d. Piutang dari Pendapatan Pendidikan Lainnya.


3. Piutang dari Pendapatan Lain-lain, antara lain:
a. Piutang dari Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh negara (TP/TGR). Piutang ini terjadi karena penyalahgunaan anggaran belanja oleh pegawai atau Bendahara yang menimbulkan TP/TGR yang dapat dikelompokkan menurut sumber timbulnya tuntutan ganti rugi yaitu:
Piutang yang berasal dari akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Piutang ini timbul karena adanya kerugian negara yang dilakukan oleh pegawai negeri bukan bendahara, sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas yang menjadi kewajibannya. Tuntutan Ganti Rugi ditetapkan oleh pimpinan di lingkup Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Piutang yang timbul dari akibat Tuntutan Perbendaharaan (TP) Tuntutan Perbendaharaan dikenakan kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan Kerugian Negara. Tuntutan Perbendaharaan dikenakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Piutang dari Pendapatan Pengadaan Barang/Jasa
Penyedia Barang dan Jasa yang tidak memenuhi ketentuan penyelesaian pekerjaan sesuai dengan Surat Perikatan Kerja/kontrak dikenakan sanksi berupa denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah, dan pengembalian senilai pekerjaan yang belum diselesaikan.
Penyedia Barang dan Jasa telah memenuhi ketentuan yang tercantum pada Surat Perikatan Kerja sesuai Berita Acara. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan instansi berwenang, terdapat ketidaksesuaian kualitas dan atau kuantitas Barang dan Jasa dibandingkan dengan Surat Perikatan Kerja. Hal ini menimbulkan kewajiban bagi Penyedia Barang dan Jasa untuk mengganti barang atau mengembalikan uang yang telah diterima, dan tidak dibarengi dengan pembayaran tunai dan atau penggantian barang diakui sebagai Piutang.
c. Piutang dari penerimaan kembali Persekot/Uang Muka Gaji Piutang dari penerimaan kembali Persekot/Uang Muka Gaji merupakan piutang yang berasal dari selisih kurang pertanggungjawaban pelaksanaan suatu kegiatan/aktivitas.
d. Piutang dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan Pemerintah Piutang dari penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah merupakan piutang yang timbul dari tidak dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan dalam kontrak terhadap pihak pemerintah

1 komentar: